Tafsir surat an Nashr
Ustadz 'Ashim bin Musthofa- hafizhahullah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (١)
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (٣)
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.
2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.
3. Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat.
Dalilnya yaitu:
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ تَعْلَمُ ( وفي لفظ: تَدْرِي ) آخِرَ سُورَةٍ نَزَلَتْ مِنْ الْقُرْآنِ نَزَلَتْ جَمِيعًا قُلْتُ : نَعَمْ . إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ صَدَقْتَ
Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, ia berkata : Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu bertanya kepadaku: “Engkau tahu
Secara pasti, terdapat silang pendapat di kalangan ulama tafsir. Ibnu Rajab rahimahullah menyimpulkan bahwa
{ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ }
menunjukkan dengan sangat jelas kalau penaklukan
PENJELASAN AYAT
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (١)
(Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan).
Kata nashr, artinya al ‘aun (pertolongan).5
Yang dimaksud dengan nashrullah dalam ayat ini, menurut Ibnu Rajab rahimahullah ialah pertolongan-Nya bagi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam saat berhadapan dengan musuh-musuhnya, sehingga berhasil beliau menundukkan bangsa ‘Arab semuanya dan berkuasa atas mereka, termasuk atas suku Quraisy, Hawazin dan suku-suku lainnya.6
Secara eksplisit,
Dalam menjelaskan pengertian ayat di atas, Syaikh Abu Bakr al Jazairi mengungkapkan: "Jika telah datang pertolongan Allah bagimu wahai Muhammad, hingga engkau berhasil mengalahkan para musuhmu di setiap peperangan yang engkau jalani, dan datang anugerah penaklukkan, yaitu penaklukan
Adapun pengertian al fathu pada
Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath Thabari rahimahullah , Imam Ibnul Jauzi rahimahullah dan Imam al Qurthubi rahimahullah juga menegaskan pendapat senada.10
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)
(Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong).
Disebutkan dalam Shahihul-Bukhari, dari ‘Amr bin Salimah, ia berkata:
وَكَانَتْ الْعَرَبُ تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمْ الْفَتْحَ فَيَقُولُونَ اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ فَإِنَّهُ إِنْ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ
(Dahulu) bangsa Arab menunggu-nunggu al Fathu (penaklukan
Menurut Imam al Qurthubi, peristiwa tersebut terjadi ketika
Bangsa Arab berkata: "Bila Muhammad berhasil mengalahkan para penduduk
Tidak berbeda dengan keterangan itu, Ibnu Katsir rahimahullah juga memberi penjelasan: “Saat terjadi peristiwa penaklukan Mekkah, orang-orang memeluk agama Allah secara berbondong-bondong. Belum lewat dua tahun, Jazirah Arab sudah tersirami oleh keimanan dan tidak ada simbol di seluruh suku Arab, kecuali simbol Islam. Walillahil-Hamdu wal minnah”. 13
Ayat ini juga menandakan, bahwa kemenangan akan terus berlangsung bagi agama ini dan akan semakin bertambah saat dilantunkannya tasbih, tahmid dan istighfar dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam . Ini merupakan bentuk syukur. Faktanya yang kemudian dapat kita jumpai pada masa khulafaur-rasyidin dan generasi setelah mereka.
Pertolongan Allah Ta’ala itu akan berlangsung terus-menerus sampai Islam masuk ke daerah yang belum pernah dirambah oleh agama lainnya. Dan ada kaum yang masuk Islam, tanpa pernah ada yang masuk ke agama lainnya. Sampai akhirnya dijumpai adanya pelanggaran pada umat ini terhadap perintah Allah, sehingga mereka dilanda bencana, yaitu berupa perpecahan dan terkoyaknya keutuhan mereka.14
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (٣)
(Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat).
Imam al Qurthubi rahimahullah menurutkan penafsirannya: "Jika engkau shalat, maka perbanyaklah dengan cara memuji-Nya atas limpahan kemenangan dan penaklukan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha , ia berkata: "Tidaklah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat setelah turunnya
Sejumlah sahabat mengartikan ayat ini dengan berkata: "(Maksudnya) Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya, manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita". Pernyataan ini muncul, saat 'Umar bin al Khaththab radhiallahu’anhum mengarahkan pertanyaan kepada mereka mengenai kandungan
Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari penjelasan ini dengan berkata: "Makna yang ditafsirkan oleh sebagian sahabat yang duduk bersama Umar radhiallahu’anhum ialah, bahwa kita diperintahkan untuk memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya ketika Dia telah menaklukkan wilayah Madain dan benteng-bentengnya, yaitu dengan melaksanan shalat karena-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya merupakan pengertian yang memikat lagi tepat.
Terdapat bukti penguat, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat delapan raka'at pada hari penaklukan
إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
(Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat).
Maksudnya, Allah Maha menerima taubat orang-orang yang bertasbih dan memohon ampunan. Dia mengampuni, merahmati mereka dan menerima taubat mereka. Apabila Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam saja yang sudah ma’shum (terpelihara dari dosa-dosa) diperintahkan untuk beristighfar, maka bagaimanakah dengan orang lain? 19
ISYARAT LAIN DARI MAKNA KEMENANGAN
Selain makna yang sudah dikemukakan di atas, juga terdapat pengertian lain yang terkandung dalam
Menurut Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah , ayat ini menjadi isyarat mengenai (datangnya) ajal Rasulullah n yang sudah dekat dan hampir tiba. Bahwa umur beliau adalah umur yang mulia, Allah bersumpah dengannya. Sudah menjadi kebiasaan pada perkara-perkara yang mulia ditutup dengan istighfar, misalnya shalat, haji dan ibadah lainnya. Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengucapkan pujian dan istighfar dalam keadaan seperti ini, sebagai isyarat tentang ajal beliau yang akan berakhir. (Maksudnya), hendaknya beliau bersiap-siap untuk menjumpai Rabbnya dan menutup usianya dengan amalan terbaik yang ada pada beliau alaihis shalatu wassalam.
Ibnul Jauzi rahimahullah sendiri memberikan pandangannya mengenai ayat ini. Beliau rahimahullah berkata,"
Begitu pula yang disampaikan oleh Syaikh Abu Bakr al Jazairi: “Ayat ini membawa tanda dekatnya ajal bagi Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam ." 21
Imam al Bukhari rahimahullah dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radiallahu’anhu radiallahu’anhu, ia bercerita:
Dahulu ‘Umar memasukkan diriku bersama orang-orang tua yang ikut serta dalam perang Badar. Sepertinya sebagian mereka kurang menyukai kehadiranku.
‘Umar menjawab,"Sungguh, kalian mengetahui (siapa dia)," maka suatu hari ‘Umar radiallahu’anhu memanggilku dan memasukkanku bersama mereka. Tidaklah aku berpikir alasan beliau mengundangku, selain ingin memperlihatkan kapasitasku kepada mereka.
Beliau berkata (kepada orang-orang): “Apakah pendapat kalian tentang firman Allah:
{ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ }".
Mereka menjawab,"Allah memerintahkan kami untuk memuji dan memohon ampunan kepada-Nya manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita.” Sebagian orang terdiam (tidak menjawab). Kemudian ‘Umar radhiallahu’anhu beralih kepadaku: “Apakah demikian pendapatmu, wahai Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu ?”
Aku (Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu ) menjawab,"Tidak!”
‘Umar bertanya,"Apa pendapatmu?”
Aku (Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu ) menjawab,"Itu adalah (kabar tentang) ajal Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam . Allah Ta’ala memberitahukannya kepada beliau. Allah Ta’ala berfirman { إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ }
Dalam keadaan seperti itu terdapat tanda ajalmu, maka bertasbihlah dan mintalah ampunan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.”
‘Umar radhiallahu’anhu berkomentar: “Tidaklah yang kuketahui darinya (
Imam Muslim meriwayatkan dari 'Aisyah, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا قَالَ جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ
Sebelum wafat, Rasulullah memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik. Aisyah bertanya,"Wahai Rasulullah untuk apakah kata-kata yang aku melihat engkau tidak biasa engkau ucapkan?" Beliau menjawab,"Telah ditetapkan bagiku sebuah tanda pada umatku. Bila aku telah menyaksikannya, aku akan mengucapkannya (kata-kata tadi) : idza ja`a nashrullahi wal fath …dst." 23
Dalam riwayat lain:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَاكَ تُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فَقَالَ خَبَّرَنِي رَبِّي أَنِّي سَأَرَى عَلَامَةً فِي أُمَّتِي فَإِذَا رَأَيْتُهَا أَكْثَرْتُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فَقَدْ رَأَيْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ فَتْحُ مَكَّةَ ...
Rasulullah memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik. Maka aku bertanya: "Aku melihatmu memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik," Beliau menjawab,"Rabbku telah memberitahukan kepadaku, bahwasanya aku akan menyaksikan tanda pada umatku. Jika aku melihatnya, aku akan memperbanyak ucapan Subhanaka wa bihamdika astaghfiruka wa atubu ilaik. Sungguh aku telah menyaksikannya idza ja`a nashrullahi wal fath." Al fathu, maksudnya penaklukan
Imam an-Nasa-i meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya, bahwa Ibnu 'Abbas mengatakan tentang
APA YANG DIAMPUNI DARI DIRI RASULULLAH YANG MULIA?
Mengapa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap memanjatkan permohonan ampunan, padahal dosa-dosa beliau sudah terampuni, baik yang sudah berlalu maupun yang akan datang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kiranya mengangkat pandangan Ibnu Katsir yang menggambarkan kesempurnaan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam . Ibnu Katsir berkata: "Pada seluruh urusannya, beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam ketaatan, kebaikan, istiqamah yang tidak terdapat pada manusia lainnya, baik dari kalangan orang-orang terdahulu, maupun generasi kemudian. Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling sempurna secara mutlak, dan pemimpin manusia di dunia dan akhirat”.26
Al Qadhi Ibnul ‘Arabi mengungkapkan alasannya, para ulama hadits meriwayatkan, bila Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, beliau memanjatkan doa yang berbunyi:
رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ya Allah, ampunilah kesalahanku, tindak kebodohanku, sikap berlebihanku dalam seluruh urusanku, dan yang Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah, ampunilah kesalahan-kesalahanku, kesengajaanku dan kebodohanku, gurauanku, semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah apa yang sudah aku kerjakan dan apa yang belum aku kerjakan, apa yang aku sembunyikan dan apa yang aku tampakkan. Engkaulah Dzat Yang mendahulukan (dan menempatkannya pada tempatnya), dan Engkau Dzat yang mengundurkan (dan menempatkannya pada tempatnya) dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.27
Selanjutnya, Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata: “Semua itu ada pada diriku begitu banyak. Adapun Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam , (beliau) terbebas darinya. Hanya saja, beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam menganggap (amalan) pribadinya sedikit, lantaran begitu besarnya curahan nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau. Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam memandang "kekurangan" dalam menjalankan hak kenikmatan tersebut (dengan beribadah) sebagai dosa-dosa. Sementara dosa-dosaku, aku lakukan dengan penuh kesengajaan, tak acuh, dan merupakan pelanggaran yang nyata. Semoga Allah Ta’ala masih sudi membuka pintu taubat dan menganugerahkan perlindungan dengan karunia, kemurahan dan rahmat-Nya, tiada Rabb selain-Nya”. 28
Al Imam al Qurthubi, selain mengemukakan alasan senada di atas, beliau juga membawakan beberapa keterangan lain. Bahwa maksud permohonan ampunan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam ialah: (1) Memintakan ampunan bagi umatmu. (2) Istighfar merupakan ibadah yang harus dikerjakan, bukan untuk memohon ampunan, akan tetapi untuk ta’abbud (ibadah). (3) Untuk mengingatkan umat beliau, agar jangan merasa aman (dari dosa) sehingga meninggalkan istighfar. 29
Al Qadhi ‘Iyadh berpendapat, permohonan ampunan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam tersebut merupakan cermin ketawadhuan, ketaataan dan ketundukan, serta ungkapan syukur beliau kepada Rabbnya, lantaran mengetahui dosa-dosanya sudah diampuni.30
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengutip keterangan Imam ath-Thabari rahimahullah tentang masalah ini, yang menyampaikan alasan, bahwasanya beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam beristighfar ialah untuk melaksanakan perintah Allah yang ditujukan kepada beliau, yaitu agar bertasbih dan memohon ampunan, bila datang pertolongan dari Allah dan penaklukan (
SEBAB-SEBAB DITURUNKAN AMPUNAN ALLAH ‘AZZA WA JALLA
Mengenai faktor-faktor yang dapat mendatangkan turunnya maghfirah dari Allah Ta’ala , Syaikh ‘Abdur Rahman as Sa’di rahimahullah menghitungnya berjumlah empat.
Pertama, taubat. Yaitu kembali kepada Allah dari keadaan yang tidak disukai-Nya, baik zhahir maupun batin, menuju keadaan yang dicintai oleh-Nya zhahir dan batin. Taubat ini akan menghapus dosa-dosa, besar kecil sebelumnya.
Kedua, keimanan. Yaitu pengakuan dan pembenaran yang mantap lagi menyeluruh terhadap semua yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya yang mengharuskan pelaksanaan amalan-amalan hati, yang diikuti dengan amalan-amalan jawarih (anggota tubuh). Tidak disangsikan, kadar keimanan dapat menghapus dosa-dosa yang sudah terjadi dan dapat menghalanginya dari terjerumus ke dalam dosa. Sesungguhnya seorang mukmin, dengan keimanan dan pancaran keimanan yang tertancap kuat di dadanya, ia tidak sudi menyatu dengan kemaksiatan-kemaksiatan.
Ketiga, amalan shalih. Ini mencakup seluruh amalan, amalan hati, amalan jawarih, ucapan-ucapan lisan. Sebab kebaikan akan menghapuskan kesalahan-kesalahan.
Keempat, istiqamah di atas keimanan dan hidayah serta berusaha mendulang tambahannya.
Siapa saja yang berhasil menempuh empat langkah ini, bergembiralah dengan mendapatkan ampunan dari Allah yang menyeluruh.32 Pijakan yang dipakai sebagai landasan Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah atas keterangan tersebut, yakni firman Allah Ta’ala :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى (٨٢)
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar. (QS Thaha/20:82).
PELAJARAN DARI
- Banyaknya anugerah Allah yang dikaruniakan kepada umat Islam.
- Kewajiban bersyukur manakala kenikmatan tercurahkan. Di antaranya dengan sujud syukur.
- Kewajiban untuk selalu beristighfar setiap saat.
Maraji`:
1. Aisar at-Tafasir li Kalamil-'Aliyyil-Kabir, Abu Bakar Jabir al Jazairi, Cetakan VI, Tahun 1423 H/ 2003 M, Maktabah al Ulum wal- Hikam, al Madinah al Munawwarah, KSA.
2. Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an, Abu 'Abdillah Muhammad bin Ahmad al Qurthubi, Tahqiq Abdur-Razzaq al Mahdi, Cetakan II, Tahun 1421 H/1999 M, Dar al Kitab al ‘Arabi.
3. Fathul-Bari Syarhu Shahihil-Bukhari, al Hafizh Ibnu Hajar.
4. Ikmalul-Mu’lim bi Fawaidi Muslim, al Qadhi ‘Iyadh, Tahqiq Dr. Yahya Isma’il, Darul Wafa, Cetakan I, Tahun 1419 H / 1998 M.
5. Tafsir ath-Thabari (Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayil-Qur`an), Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath- Thabari (224-310 H), Cetakan I, Tahun 1423 H/2002 M, Dar Ibni Hazm.
6. Tafsiru Suratin-Nashar, al Hafizh Ibnu Rajab al Hambali, Tahqiq 'Abdullah al 'Ajmi.
7. Tafsir al Qur’an al ‘Azhim, Abu al Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir (700-774 H), Tahqiq Sami bin Muhammad as Salamah, Cetakan I, Tahun 1422 H/2002 M, Dar ath-Thayibah, Riyadh.
8. Taisir al Karimir-Rahman fi Tafsiri Kalamil-Mannan, Abdur-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Tahqiq Abdur-Rahman bin Mu’alla al Luwaihiq, Cetakan I, Tahun 1422 H/2001 M, Dar as-Salam, Riyadh, KSA.
9. Taisirul-Lathifir Rahman fi Khulashati Tafsiril-Qur`an, 'Abdur-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Cetakan III, Tahun 1414H /1993M.
10. Zadul-Masir fi ‘Ilmit-Tafsir, Abul Faraj Abdur-Rahman bin ‘Ali (Ibnul Jauzi), Tahqiq 'Abdur-Razzaq al Mahdi, Cetakan I, Tahun 1422 H/2001M, Darul Kitabil ‘Arabi.
1 Jami’ul-Bayan (20/211)
2 Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 37, Tafsirul Qur`anil ‘Azhim (8/513), Zadul Masir (4/501).
3 HR Muslim, Kitabut-Tafsir no. 3024.
4 Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 41.
5 Al Jami li Ahkamil-Qur`an (20/211).
6 Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 42.
7 Taisirul-Karimir-Rahman, hlm. 1023.
8 Aisarut-Tafasir (2/1500).
9 Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim (8/513)
10 Jami’ul Bayan ‘an Ta`wili Ayil-Qur`an (15/426), Zadul-Masir (4/ 501), al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211), Aisarut-Tafasir (2/1500).
11 HR al Bukhari di dalam al Maghazi, 4302, dan lainnya.
12 Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211)
13 Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim (8/513)
14 Taisirul-Karimir-Rahman, hlm. 1023.
15 Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211).
16 HR al Bukhari, Kitabut-Tafsir (4967) dan Muslim.
17 Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/215)
18 Ibnu Katsir
19
20 Zadul-Masir (4/501).
21 Aisarut-Tafasir, hlm. (2/1500).
22 HR al Bukhari no. 4430, 4970.
23 HR Shahih Muslim, Kitabush-Shalah…no ..484.
24 HR Shahih Muslim, Kitabush-Shalah…no ..484
25 Tafsir an-Nasa-i (2/566-567 no. 732). Syaikh Ahmad Syakir menilai sanadnya shahih. Dikutip dari Tafsir ash-Shahih, karya Dr. Hikmat bin Basyir, Cetakan I, Tahun 1420 H – 1999 M, Darul Ma-atsir Madinah, 4/677.
26 Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim ( / ) pada tafsir
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا (١) لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan dating.
27 HR al Bukhari dalam Kitabud Da’awat terdapat lafazh yang hampir sama dengan lafazh doa tersebut di Shahih Muslim no. . . . . . Makna al Muqaddim dan al Muakhkhir berasal dari pengertian yang ditulis Ibnul Atsir di dalam an-Nihayah. Makna ini juga disepakati oleh Syaikh al Albani. Dikutip dari Syarhu Shahihil-Adabil-Mufrad, karya Hushain bin ‘Audah al ‘Awayisyah, Cetakan I, Tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Islamiyah, 2/333.
28 Zadul Masir (4/350).
29 Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/215).
30 Ikmalul-Mu’lim (8/214).
31 Fathul-Bari ( / ).
32 Taisirul Lathifir-Rahman fi Khulashati Tafsiril-Qur`an, hlm. 186-187 secara ringkas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar